Oleh Bung Syarif*
Lahirnya Pondok Pesantren Bina Insan Mulia (BIMA) tak bisa lepas dari keberadaan Pondok Pesantren Al Ikhlas Tegal Koneng yang didirikan oleh almarhum KH. Sirojuddin tahun 1942. Abah Siroj, begitu panggilan akrab beliau, berhijrah dari Pondok Pesantren Bobos ke sebuah perkampungan yang pada saat itu dikenal masyarakat dengan nama Tegal Koneng. Di kampung itulah beliau membeli tanah lalu mendirikan tempat ibadah, rumah, dan tempat pengajian.
Seiring dengan waktu dan kiprah beliau di masyarakat, terutama di bidang keagamaan, maka dalam waktu yang tidak begitu lama, Tegal Koneng telah menjadi pusat pendidikan keislaman dan dakwah. Masyarakat kala itu mengenalnya sebagai Pondok Pesantren Tegal Koneng. Di masa itu, santri datang dari berbagai daerah sekitar, antara lain dari Cirebon, Indramayu, Majalengka, dan Kuningan. Uniknya, pada saat itu yang mau menjadi santri bukan hanya anak-anak usia pelajar, tapi juga para lanjut usia.
Bahkan pada dua hari khusus, yaitu hari Rabu dan Jumat, diadakan pengajian rutin yang langsung dipimpin Abah Siroj. Ratusan orang dari berbagai daerah sekitar berduyun-duyun mendatangi pengajian ini. Sepeninggal KH. Siroj, pesantren diteruskan oleh putra sulung beliau, yaitu KH. Anas Sirojuddin, alumnus Pondok Pesantren Kempek dan Pondok Pesantren Lasem. Di masa kepemimpinan KH. Anas Sirojuddin, sistem dakwah dan pendidikan di pesantren diperluas dengan mendirikan lembaga formal, antara lain: Madrasah Diniyah dan Madrasah Tsanawiyah, PAUD, dan TK.
Semua lembaga tersebut diberi nama Al-Ikhlas. Atas restu KH. Anas Sirojuddin, pada tahun 2012, Pondok Pesantren Al-Ikhlas diubah nama dan sistemnya secara total oleh putra bungsunya, yaitu KH. Imam Jazuli, Lc. MA, yang menjadi generasi ketiga dari KH.Sirojuddin. Nama pesantrennya diganti menjadi Pesantren Bina Insan Mulia (BIMA) dimana seluruh santri diwajibkan tinggal di asrama agar dapat mengikuti seluruh proses dan aktivitas pendidikan pesantren.
Dengan berlangsungnya sistem pendidikan di bawah manajemen Pesantren BIMA, maka perubahan besar telah terjadi. Lembaga pendidikan yang dulunya ada di pesantren Al-Ikhlas seperti Madrasah Diniyah,TK, PAUD, diserahkan dan dipindahkan kepada pihak masyarakat sekitar. Sementara tanah yang sebelumnya digunakan pesantren Al-Ikhlas dibeli oleh KH. Imam Jazuli, Lc. MA, pengasuh Pesantren Bina Insan Mulia, sekaligus membeli tanah di sekitar untuk perluasan area pesantren, kecuali Masjid dan sedikit pekarangannya karena telah diwakafkan sejak KH. Sirojuddin.
Sistem pendidikannya diubah dengan tetap berpegang teguh pada asas melestarikan warisan lama yang masih bagus dan menciptakan inovasi baru yang lebih bagus. Pengalaman penulis saat melakukan studi komperatif tata kelola Pontren Bina Insan Mulia di Cirebon Tahun 2020, kami menilai gebrakan pak Kiyai Imam Jazuli (KIJ) sungguh luar biasa. Berkepribadian sederhana dan sarat gagasan inovasi. Pondok Pesantren di Aceh lebih familiar dengan sebutan dayah.
Di Pontrennya bukan hanya diajari kitab kuning, tahfidz al-qur`an akan tetapi juga dibahani berbagai ilmu lainnya seperti jurnalistik, broadcasting pertelevisian, bahasa asing terutama Bahasa Arab dan Bahasa Inggris.
Kalau Dayah di Aceh dilarang menonton TV maka di Pontren ini wajib menonton TV terutama dalam rangka pembelajaran. Lokasi Pontren dipemukiman warga dikelilingi persawahan dan berciri kas bangunan klasik. Suasana adem. Disamping itu pula Pontren ini santrinya diajarkan olahraga berkuda dan berenang. Yang menariknya sang KIJ memikirkan kesejahtera guru dan kenyamanan santri dalam menuntut ilmu. Kualitas santri benar-benar dijaga.
Proses wisudanya selalu dilakoninya di Hotel berbintang. Menurut tafsiran kita tentu mubazir dan terkesan berpoya-poya. Saat kami gali kenapa mesti di Hotel berbintang, sang kiyai menjawab ia pingin santi dayah BIMA, percaya diri diatas rata-rata. Ya, ini lakon kiyai yang milenial dan berpikir lompatan jitu.
Guru-guru terbaik dari berbagai daerah dipinangnya demi mempertahankan kualitas kelulusan santri. Semua pasilitas guru, dipikirkan kesejahteraan dan fasilitas rumah oleh KIJ. Tugas guru mentransper ilmu pada santri Pontren BIMA dengan maksimal. KIJ punya konsep lebih baik merekrut guru berkualitas luar biasa, karena kualitas gurulah yang menentukan kualitas santri.
Santri di Pontren ini juga diarahkan untuk melanjutkan studinya sesuai kemampuan dan bakatnya. Ada yang memilih Timur Tengah, Eropa, Asia dan Nusantara.Tiap tahunnya santri dayah BIMA selalu mengharumkan almaternya. Ternyata Pak Kiyai Imam Jazuli juga konsultan pendidikan Pontren yang mumpuni. Terbukti “KIJ” salah satu Putra terbaik Indonesia, alumni al azhar, cairo, mesir ini, orang pertama yang membawa hadirnya Pontren Turki Sulaimaniyah ke Nusantara yang pada akhirnya keberadaan Pontren Sulaimaniyah Turky ini diterima di seluruh Indonesia termasuk Aceh.
Kini Alumninya mengambil S1 dan S2 di berbagai Negara sebut saja ; Mesir, Turki, Tunisia, Maroko, Jerman, Malaysia, Singapura, Amerika dan berbagai Negara lainnya. Disamping itupula beberapa alumni Pontren ini, melanjutkan studinya di UGM, ITB, UI, IPB, UI, UPI serta berbagai kampus ternama di nusantara. Krue semangat semoga Kiyai Imam Jazuli selalu melahirkan gagasan besar demi kemajuan Pontren di Nusantara.
*Penulis adalah Kabid SDM dan Manajemen Disdik Dayah Banda Aceh, Mantan Aktivis`98, Fungsionaris KAHMI Aceh