Sun. Dec 1st, 2024

Oleh Bung Syarif*

Sebanyak 193 negara anggota PBB termasuk didalamnya Indonesia, sejak tahun 2015 telah menyepakati program Sustainable Development Goals (SDGs) sebagai arah pembangunan baru. Pada dasarnya SDGs merupakan arah pembangunan lanjutan dari Millenium Development Goal (MDGs). Tentunya ini merupakan langkah progresif arah pembangunan Indonesia. Berbagai regulasi negara dikeluarkan baik bersifat regeling maupun beschikking. Kontruksi bangunan gedung hijau menjadikan Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, mengeluarkan regeling Nomor 21 Tahun 2022 tentang Penilaian Kinerja Bangunan Gedung Hijau.

Salah satu hal terpenting yang harus ada bangunan ramah lingkungan, sanitasi yang layak, air bersih berstandar, energi yang bersih dan terjangkau serta komunitas yang berkelanjutan. Inilah menjadi gagasan utama cikal bakal eco dayah. Prinsip eco dayah memiliki kesamaan dengan prinsip arsitektur bangunan yang ramah lingkungan, tentunya selaras dan senafas dengan nilai-nilai universal Islam.

Dalam kontek ini pula Pemerintah Aceh, kiranya perlu membangun masterplan eco dayah, sebagai arah baru dalam menata pembangunan dayah kedepan yang bersumber pada dana otsus, jangan serampangan membangun gedung asal jadi dengan mengabaikan prinsip ruang terbuka hijau. Saya kira pasca rapat koordinasi terpadu pembangunan dayah Aceh yang digelar di Hotel Grand Nanggroe, 21-22 Nopember 2022 perlu memikirkan konsep Eco Dayah dalam arah kebijakan pembangunan dayah kedepan pada 23 Kab/Kota di Aceh.

La Fua mengatakan konsep Eco Dayah atawa Eco Pesantren merupakan suatu ikhtiar para pemangku kepentingan dalam mewujudkan Pesantren atawa Dayah ramah lingkungan. Dalam tulisan ini diksi Pesantren saya kualifikasi sebagai diksi Dayah, karna nomenklatur dayah di Aceh lebih familiar dan nendang banget, kata abu,abati dan umi, hehe.

Eco Dayah memberikan keuntungan tidak hanya aspek lingkungan akan tetapi aspek sosial, ekonomi dan edukasi. Dayah harus mampu memberikan gabaran miniatur berbagai aktivitas keislaman yang baik, ungkap Ayah Sob (Tu Sob), Samalangan, salah seorang ulama muda yang digandrungi kalangan milenial di Aceh. Gagasan dan pemikiran beliau sangat progresif dalam banyak hal. Narasi yang dibangun sangat guyub. Konsep Eco Dayah sesungguhnya bukan barang baru, akan tetapi barang lama yang terabaikan dalam ingatan kita. Mudah mengucapkannya tapi agak sulit mengimplementasikannya.

Konsep Eco Dayah Implementasinya sangat beragam tergantung kita mulainya dari mana serta faktor penentunya diantaranya topografi, potensi, sosbud, ekonomi dan politik hukum dayah itu sendiri. Penerapan Eco Dayah di nusantara dapat dilihat di Pontren Darul Tauhid, Bina Insan Mulia, Cirebon yang senantiasa merawat alam dan lingkungan dayah yang semakin asri serta menawan.  Keharmoniann alam, lingkungan dan manusia terjalin dengan apik disana. Penulis sendiri sudah pernah melihat konsep Eco Dayah yang diterapkan di Pesantren Bina Insan Mulia yang dipimpin oleh KH Imam Jazuli, Lc, MA, putra KH Anas Sirojuddin, salah seorang Ulama Kharismatik di Cirebon.

Setidaknya konsep dan gagasan Eco Dayah harus dimulai sekarang di Aceh, apalagi Aceh memiliki keunikan tersendiri, dimana Dayah memiliki peran istimewa di mata negara, karna itu berbagai bantuan kini mengalir ke dayah tentunya sesuai syarat dan ketentuan bantuan Hibah harus dipenuhi. Dayah harus ditata menjadi menarik, ramah lingkungan, ramah energi, adanya manajemen pengelolaan limbah, adanya penampungan bank sampah yang nantinya di daur ulang, apalagi Aceh memiliki beberapa ASN yang jago dalam bidang pengelolaan limbah dan biogas sebut saja Mirzayanto, ST mantan Sekdis Dayah Banda Aceh yang sudah mendalami ilmu pengelolaan limbah dan biogas pada 11 negara eropa. Lantas kenapa kita sia-siakan sumber dayanya. Saya kira banyak mirzayanto yang lain di Aceh yang belum terpublikasi. Secara kebetulan saya kenal baik dengan pakar Biogas Kota Banda Aceh yang kini mengabdi sebagai staf di Bappeda Kota Banda Aceh. Jangan sia-siakan sumber dayah aparatur yang mumpuni. Dalam bidang pengelolaan limbah, drainase dan IPAL, Banda Aceh juga memiliki Aparatur yang mumpuni akan tetapi belum terekspos saja. Apalagi program IPAL komunal di beberapa gampong di Banda Aceh berjalan dengan baik, sebut saja di gampong Panteriek Kecamatan Lueng Bata. Tentu konsep Eco Dayah sangat mungkin dijadikan pilot project di Aceh. Ayo saatnya kita memikirkan konsep itu. Libatkan kampus dan perguruan tinggi sebagai mitra sukses. Tentu Bappeda Aceh dan Kab/Kota sebagai pemandunya, karna lembaga ini diberi wewenang oleh negara sebagai perencana pembangunan dan pusat kajian riset dalam pentadbiran dayah bansigoem Aceh. Jadi, Eco Dayah, Why not?

*Penulis adalah Kabid SDM dan Manajemen Disdik Dayah Banda Aceh, Alumni Lemhannas Pemuda Angkatan I, Mantan Aktivis 98

By fmla

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *