Oleh Bung Syarif*
Gugatan perbuatan melawan hukum atau orechmatige daad, merupakan tindakan hukum yang lazim dilakukan oleh insan yang merasa hak hukumnya dirugikan misalnya dalam bidang pertanian, terjadi penyumbatan saluran irigasi yang sengaja dilakukan oleh seseorang yang menyebabkan tanaman dikebunnya mati, lantaran air mengenang, tidak bisa dialiri ketempat lain. Gugatan perbuatan melawan hukum dapat dilakukan secara keperdataan dengan menuntut ganti kerugian baik materil dan immateri, serta dapat juga melalui hukum pidana dengan merujuk pada aspek hukum tertentu yang dilanggar misalnya melanggar hukum yang mengatur lingkungan, pertanian, transportasi, perikanan dan sebagainya.
Termasuk juga persoalan hak lingkungan seperti akses jalan umum yang ditutup sepihak oleh seseorang yang merasa itu tanahnya pada hal sudah lama dijadikan akses jalan secara hukum adat sudah puluhan tahun, lalu tiba-tiba entah mimpi apa yag terjadi jalan ditutup oleh seseorang sehingga hak akses jalan orang lain tergangu, ini juga dikualifikasi orechmatige daad (perbuatan melawan hukum).
Terminologi perbuatan melawan hukum terdapat dalam Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata (Burgerlijk Wetboek voor Indonesie), “Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk menggantikan kerugian tersebut”.
Menurut Pasal 1365 KUHPerdata, setiap orang yang melakukan perbuatan melanggar hukum diwajibkan untuk mengganti kerugian yang timbul dari kesalahannya tersebut. Merujuk dari penjelasan ini, terdapat 4 (empat) unsur yang harus dibuktikan keberadaannya jika ingin menggugat berdasarkan Perbuatan Melawan Hukum, pertama Perbuatan melawan hukum. Unsur ini menekankan pada tindakan seseorang yang dinilai melanggar kaidah hukum yang berlaku di masyarakat, misalnya kaedah yang berlaku irigasi atawa pemantang sawah airnya mengalir dari dataran tingi kebawah, ini kaedah pertanian.
Saluran irigasi tidak boleh disumbat demi kepentingan diri sendiri tanpa melihat aspek lingkungan/kepentingan orang lain. Jika penyumbatan saluran irigasi menyebabkan kerugian orang lain maka dikualifikasi sebagai Onrechmatige daad (perbuatan melawan hukum). Sejak tahun 1919, pengertian dari kata “hukum” diperluas yaitu bukan hanya perbuatan yang melanggar peraturan perundang-undangan, tetapi juga setiap perbuatan yang melanggar kepatutan, kehati-hatian, dan kesusilaan dalam hubungan antara sesama warga masyarakat dan terhadap benda orang lain. Sehingga dapat disimpulkan bahwa perbuatan yang dianggap melawan hukum bukan hanya didasarkan pada kaidah-kaidah hukum tertulis, tetapi juga kaidah hukum tidak tertulis yang hidup di masyarakat, seperti asas kepatutan, asas kesusilaan dan asas kemaslahatan ummat.
Kedua aspek Kesalahan. Menurut ahli hukum perdata, Rutten menyatakan bahwa setiap akibat
dari perbuatan melawan hukum tidak bisa dimintai pertanggungjawaban jika tidak terdapat unsur kesalahan. Unsur kesalahan itu sendiri dapat diklasifikasikan menjadi 2 (dua) yaitu kesalahan yang dilakukan dengan sengaja dan kesalahan karena kekurang hati-hatian atau kealpaan. Dalam hukum perdata, baik kesalahan atas dasar kesengajaan ataupun kekurang hati-hatian memiliki akibat hukum yang sama.
Hal ini dikarenakan menurut Pasal 1365 KUHPerdata perbuatan yang dilakukan dengan sengaja ataupun dilakukan karena kurang hati-hati atau kealpaan memiliki akibat hukum yang sama, yaitu pelaku tetap bertanggung jawab mengganti seluruh kerugian yang diakibatkan dari Perbuatan Melawan Hukum yang dilakukannya. Contohnya seorang pengendara mobil menabrak pejalan kaki dan mengakibatkan pejalan kaki tersebut pingsan. Atas hal tersebut baik terhadap pengendara yang memang sengaja menabrak pejalan kaki tersebut ataupun lalai misalnya karena mengantuk, tetap harus bertanggung jawab atas kerugian yang dialami pejalan kaki tersebut.
Ketiga aspek Kerugian; Kerugian dalam hukum perdata dapat dibagi menjadi 2 (dua) klasifikasi, yakni kerugian materil dan/atau kerugian immateril. Kerugian materil adalah kerugian yang secara nyata diderita. Adapun yang dimaksud dengan kerugian immateril adalah kerugian atas manfaat atau keuntungan yang mungkin diterima di kemudian hari. Pada praktiknya, pemenuhan tuntutan kerugian immateril diserahkan kepada hakim, hal ini yang kemudian membuat kesulitan dalam menentukan besaran kerugian immateril yang akan dikabulkan karena tolak ukurnya diserahkan kepada subjektifitas Hakim yang memutus.
Keempat; Hubungan kausal antara perbuatan melawan hukum oleh pelaku dan kerugian yang dialami korban. Ajaran kausalitas dalam hukum perdata adalah untuk meneliti hubungan kausal antara perbuatan melawan hukum dan kerugian yang ditimbulkan, sehingga si pelaku dapat dimintakan pertanggungjawaban. Unsur ini ingin menegaskan bahwa sebelum meminta pertanggungjawaban perlu dibuktikan terlebih dahulu hubungan sebab-akibat dari pelaku kepada korban. Hubungan ini menyangkut pada kerugian yang dialami oleh korban merupakan akibat dari perbuatan melawan hukum yang dilakukan pelaku. Dalam literatur hukum pidana disebutkan bahwa :”barangsiapa yang dengan sengaja dan melawan hukum merusak, menghancurkan, membikin takdapat dipakai, membuat fungsi utama tak berjalan sesuai peruntukannya maka dapat diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan”. Karna itu mari kita berdamai dengan lingkungan jangan merasa akulah pemilik negeri ini, orang lain pendatang dan bisa diinjak-injak serta dilecehkan. Maaf mas bro, pendatang itu diam bukan berarti tidak berani, akan tetapi masih mampu mengendalikan emosinya. Jika sudah kelewatan maka akan ada lompatan hukum yang mematikan.
*Penulis adalah Dosen FSH UIN Ar-Raniry, Prodi Hukum Pidana Islam dan Hukum Tata Negara, Pengiat Lembaga Bantuan Hukum, Mantan Aktivis`98, Alumni Lemhannas Pemuda/Tannasda Angkatan I Tahun 2007