Sat. Jul 27th, 2024
Oleh Bung Syarif*

Hai gaes, tulisan ini memberikan pencerahan atas kesalahan atawa perbuatan melawan hukum terhadap transaksi jual beli tanah bertetangga. Ini menjadi penting untuk dipahami agar pemilik tanah (penjual) dan pembeli memahami kaedah hukumnya. Seringkali jika terjadi sengketa jika tidak paham maka akan mudah dikalahkan di pengadilan. Lazimnya saya menyebutnya gugatan perbuatan melawan hukum

Gugatan perbuatan melawan hukum atau onrechmatige daad, merupakan tindakan hukum yang lazim dilakukan oleh insan yang merasa hak hukumnya dirugikan misalnya dalam bidang pertanian, terjadi penyumbatan saluran irigasi yang sengaja dilakukan oleh seseorang yang menyebabkan tanaman dikebunnya mati, lantaran air mengenang, tidak bisa dialiri ketempat lain. Gugatan perbuatan melawan hukum dapat dilakukan secara keperdataan dengan menuntut ganti kerugian baik materil dan immateri, serta dapat juga melalui hukum pidana dengan merujuk pada aspek hukum tertentu yang dilanggar misalnya melanggar hukum yang mengatur lingkungan, pertanian, transportasi, perikanan, pertanahan dan sebagainya.

Termasuk juga persoalan hak lingkungan seperti akses jalan umum yang ditutup sepihak oleh seseorang yang merasa itu tanahnya pada hal sudah lama dijadikan akses jalan secara hukum adat, lalu tiba-tiba entah mimpi apa yag terjadi jalan ditutup oleh seseorang sehingga hak akses jalan orang lain tergangu, ini juga dikualifikasi onrechmatige daad (perbuatan melawan hukum).

Terminologi perbuatan melawan hukum terdapat dalam Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata (Burgerlijk Wetboek voor Indonesie), “Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk menggantikan kerugian tersebut”.

Menurut Pasal 1365 KUHPerdata, setiap orang yang melakukan perbuatan melanggar hukum diwajibkan untuk mengganti kerugian yang timbul dari kesalahannya tersebut. Merujuk dari penjelasan ini, terdapat 4 (empat) unsur yang harus dibuktikan keberadaannya jika ingin menggugat berdasarkan Perbuatan Melawan Hukum, pertama Perbuatan melawan hukum. Unsur ini menekankan pada tindakan seseorang yang dinilai melanggar kaidah hukum yang berlaku di masyarakat, misalnya kaedah yang berlaku irigasi atawa pemantang sawah airnya mengalir dari dataran tingi kebawah, ini kaedah pertanian.

Saluran irigasi tidak boleh disumbat demi kepentingan diri sendiri tanpa melihat aspek lingkungan/kepentingan orang lain. Jika penyumbatan saluran irigasi menyebabkan kerugian orang lain maka dikualifikasi sebagai Onrechmatige daad (perbuatan melawan hukum). Menutup akses jalan bertetangga, dimana merugikan orang lain, apalagi kalau itu menjadi akses jalan satu-satunya yang dikelilingi rumah-rumah tetangga. Sejak tahun 1919, pengertian dari kata “hukum” diperluas yaitu bukan hanya perbuatan yang melanggar peraturan perundang-undangan, tetapi juga setiap perbuatan yang melanggar kepatutan, kehati-hatian, dan kesusilaan dalam hubungan antara sesama warga masyarakat dan terhadap benda orang lain. Sehingga dapat disimpulkan bahwa perbuatan yang dianggap melawan hukum bukan hanya didasarkan pada kaidah-kaidah hukum tertulis, tetapi juga kaidah hukum tidak tertulis yang hidup di masyarakat, seperti asas kepatutan, asas kesusilaan dan asas kemaslahatan ummat.

Kedua aspek Kesalahan. Menurut ahli hukum perdata, Rutten menyatakan bahwa setiap akibat dari perbuatan melawan hukum tidak bisa dimintai pertanggungjawaban jika tidak terdapat unsur kesalahan. Unsur kesalahan itu sendiri dapat diklasifikasikan menjadi 2 (dua) yaitu kesalahan yang dilakukan dengan sengaja dan kesalahan karena kekurang hati-hatian atau kealpaan. Dalam hukum perdata, baik kesalahan atas dasar kesengajaan ataupun kekurang hati-hatian memiliki akibat hukum yang sama.

Hal ini dikarenakan menurut Pasal 1365 KUHPerdata perbuatan yang dilakukan dengan sengaja ataupun dilakukan karena kurang hati-hati atau kealpaan memiliki akibat hukum yang sama, yaitu pelaku tetap bertanggung jawab mengganti seluruh kerugian yang diakibatkan dari Perbuatan Melawan Hukum yang dilakukannya. Contohnya seorang pengendara mobil menabrak pejalan kaki dan mengakibatkan pejalan kaki tersebut pingsan. Atas hal tersebut baik terhadap pengendara yang memang sengaja menabrak pejalan kaki tersebut ataupun lalai misalnya karena mengantuk, tetap harus bertanggung jawab atas kerugian yang dialami pejalan kaki tersebut.

Ketiga aspek Kerugian; Kerugian dalam hukum perdata dapat dibagi menjadi 2 (dua) klasifikasi, yakni kerugian materil dan/atau kerugian immateril. Kerugian materil adalah kerugian yang secara nyata diderita. Adapun yang dimaksud dengan kerugian immateril adalah kerugian atas manfaat atau keuntungan yang mungkin diterima di kemudian hari. Pada praktiknya, pemenuhan tuntutan kerugian immateril diserahkan kepada hakim, hal ini yang kemudian membuat kesulitan dalam menentukan besaran kerugian immateril yang akan dikabulkan karena tolak ukurnya diserahkan kepada subjektifitas Hakim yang memutus.

Keempat; Hubungan kausal antara perbuatan melawan hukum oleh pelaku dan kerugian yang dialami korban. Ajaran kausalitas dalam hukum perdata adalah untuk meneliti hubungan kausal antara perbuatan melawan hukum dan kerugian yang ditimbulkan, sehingga si pelaku dapat dimintakan pertanggungjawaban. Unsur ini ingin menegaskan bahwa sebelum meminta pertanggungjawaban perlu dibuktikan terlebih dahulu hubungan sebab-akibat dari pelaku kepada korban. Hubungan ini menyangkut pada kerugian yang dialami oleh korban merupakan akibat dari perbuatan melawan hukum yang dilakukan pelaku. Dalam literatur hukum pidana disebutkan bahwa :”barangsiapa yang dengan sengaja dan melawan hukum, merusak, menghancurkan, membikin takdapat dipakai, membuat fungsi utama tak berjalan sesuai peruntukannya maka dapat diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan”.

Tanah adalah objek properti yang rawan sengketa. Proses pembeli dan penjualan tidak mudah karna memerlukan perjanjian yang legal secara hukum. Jual belinya harus melibatkan para pihak yang diatur dalam perundang-undangan yang berlaku, jika tidak maka saat dipersengketakan, lemah kualitas pembuktianya dalam hukum.

Dalam KUH Perdata tanah dikatagorikan benda tidak bergerak sesuai pasal 506. Karnanya ketika membeli tanah yang berpindah bukan objeknya melainkan hak kepemilikan atas tanahg tersebut. Dalam KUH Perdata ketentuan umum jual beli tanah harus didasarkan pada persetujuan mengikat antara satu pihak yang menyerahkan barang dan pihak lain yang membayar harga atas barang tersebut. Dalam Pasal 1458 dikatan jual beli dianggap telah terjadi antara kedua belah pihak, segera setelah orang-orang itu mencapai kesepakatan tentang barang tertentu beserta harganya, meskipun barang itu belum diserahkan dan harganya belum dibayar. Ini bermakna jika pemilik tanah telah bersepakat untuk menjual tanahnya pada pihak lain yang diketahui para saksi, maka pembelian itu dianggap sah.

Dalam Pasal 1320 KUHP dijelakan ada empat syarat, transaksi jual beli sah yaitu:

Pertama; kesepakatan mereka yang mengikat, kedua; kecakapan untuk membuat suatu perikaytan, ketiga; suatu pokok persoalan tertentu dan keempat suatu sebab yang tidak dilarang.  Transaksi menjadi batal jika terjadi ketidak setujuan atau adanya paksaan (Pasal 1321 KUH Perdata). Dalam membuat perjanjian melibatkan pihak-pihak seperti Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) hal ini diatur dalam PP No.37 Tahun 1998. Instrumen lain dalam transaksi jual beli tanah juga merujuk pada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agaria. Regeling ini lebih menyoroti hak kepemilikan atas tanah yang dibagi meliputi; hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, hak sewa, hak membuka tanah, hak memungut hasil hutan serta hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut diatas ditetapkan dengan undang-undang. Jika terjadi persengketaan atas tanah merujuk Permendagri Nomor 11 Tahun 2016 tentang Penyelesaian Kasus Pertanahan adalah perselisihan antara pertanahan antara perorangan, badan hukum atau lembaga yang tidak berdampak luas. Sengketa tanah merupakan kasus perdata yang dapat dilakukan dengan atau tanpa pengadilan. Jika anda terkena dampak sengketa dapat mengajukan pengaduan pada Kepala Kantor Pertanahan. Adapun alat pembuktian kepemilikan tanah meliputi; bukti tulis/surat, bukti saksi, persangkaan, pengakuan, sumpah, Akta Tanah atau Akta Jual Beli (AJB).

Dalam kontek jual beli tanah diatur secara rigid hak tetangga yang bedempetan, ini untuk memberikan nuansa aman bagi hidup bertetangga. Diantaranya apabila sepetak tanah itu berada didepan atau samping rumah tetangga maka, pemilik tanah harus menjual tanahnya pada tetangga yang lebih dekat atau yang lebih membutuhkan akses jalan, bukan kepada pendatang yang nantinya akan menutup akses jalan.  Kalau itu dilanggar maka telah melanggar etika, uruf transaksi jual beli tanah. Di beberapa wilayah hukum adat diberikan sanksi adat bagi penjual karna melanggar adat gampong serta tanah yang dijual kepada pendatang dibatalkan oleh Aparatur gampong demi keadilan. Semangat ini secara turun temurun diakui sebagai hukum adat gampong di Aceh.

*Penulis adalah Dosen Legal Drafting FSH UIN Ar-Raniry, Prodi Hukum Pidana Islam,  Prodi Hukum Tata Negara, Prodi Hukum Keluarga, Pengiat Lembaga Bantuan Hukum, Mantan Aktivis`98, Alumni Lemhannas Pemuda/Tannasda Angkatan I Tahun 2007, Mantan Tuha Peut Gampong Meunasah Tuha Kec. Peukan Bada, Aceh Besar

By fmla

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *