Sat. Jul 27th, 2024

Oleh Bung Syarif*

Dalam literatur hukum pidana nusantara, jarimah disebut dengan perbuatan pidana atau beberapa diksi lain seperti peristiwa pidana, tindak pidana, delik, pelanggaran pidana, perbuatan yang boleh dihukum dan perbuatan yang dapat dihukum.

Jarimah menurut Qanun Jinayat adalah perbuatan yang dilarang oleh syariat Islam diancam dengan uqubat hudud, dan atau ta`zir. Ahli hukum hukum pidana Islam, Imam al-Mawardi memberikan terminology jarimah adalah” larangan-larangan yang ditetapkan oleh syari`at Islam (Allah) dan diancam dengan had atau ta`zir. Apabila syara` memerintahkan sesuatu perbuatan berarti melarang meninggalkannya, sebaliknya bila syara` melarang melakukan suatu perbuatan bearti memerintahkan untuk meninggalkannya.

Makna had atau ta`zir menurut fakar pidana Islam adalah jenis-jenis hukuman yang diancam bagi pelaku perbuatan pidana/jarimah. Ahli hukum pidana Islam menetapkan beberapa hal yang menjadi unsur pokok dari suatu perbuatan pidana,antara lain;

  1. Adanya nash yang melarang melakukan atau meninggalkan perbuatan tersebut serta menyatakan adanya ancaman hukuman untuk perbuatan tersebut (al-rukn al syar`i)
  2. Adanya perbuatan yang dilakukan yang oleh syariat dinyatakan sebagai jarimah, baik berupa melakukan sesuatu yang dilarang atau meninggalkan sesuatu yang diperintahkan ( al rukun al-fi`li)
  3. Adanya pelaku jarimah yaitu seseorang yang telah mukallaf dan telah bisa dimintai pertannggungan jawabannya (al rukn ala adabi)

Selain tiga rukun umum ini, masih ada rukun khusus bagi tiap jenis-jenis jarimah sesuai dalil syar`i dan regulasinya, dimana ada unsur-unsur tententu yang hanya melekat pada masing-masing jarimah.

Hukum Pidana Islam membagi perbuatan pidana menjadi tiga yaitu; hudud, qishas-diyat dan ta`zir. Jarimah Hudud adalah perbuata-perbuatan pidana yang bentuk, jenis dan kadar hukumannya telah ditetapkan dalam nash Al-Qur`an dan Sunnah. Hudud ditujukan kepada 7 jenis perbuatan pidana; zina, qadzaf (menuduh berzina), syurb (meminum khamar), sariqah (mencuri), hirabah (melakukan kekacauan, penumpahan darah, merampas harta, merusak kehormatan), riddah (keluar dari agama Islam) dan Baghyu (pemberontak).

Namun sebagian ulama menganggap 3 dari 7 jarimah diatas lebih dekat kepada ta`zir dari pada hudud yaitu syurb, baghyu dan riddah. Ketiga jarimah ini tidak ditegaskan hadnya oleh nash dan terjadi perbedaan penerapannnya oleh Nabi dan para Sahabat. Karena itu Salim Al Awwa` salah seorang Ahli Fiqih Jinayat kontemporer cenderung berpendapat bahwa ketiga jenis jarimah ini bukan hudud tetapi ta`zir.

Jarimah Qishas-diyat adalah perbuatan pidana yang berkaitan dengan pembunuhan dan pelukaan terhadap anggota badan (penganiyaan)

Qishas adalah hukuman balasan sebanding dengan kejahatan yang dilakukan. Hukuman ini dijatuhkan kepada pelaku pembunuhan sengaja yang tidak dimaafkan oleh ahli waris terbunuh

Diyat adalah hukuman membayar semacam ganti rugi kepada korban atau keluarga korban terhadap pembunuhan tersalah serta pelukaan (penganiayaan)

Jarimah ta`zir adalah tindakan pidana yang termasuk qishas -diyat dan hudud yang kadar dan jenis uqubatnya diserahkan kepada pertimbangan hakim. Dalam konteks Hukum Jinayat ta`zir dimaknai; jenis `uqubat yg telah ditentukan dalam qanun yg bentuknya bersifat pilihan dan besarannya dalam batas tertinggi dan atau terendah.

Sobat yang super asas Qanun Jinayat disebutkan antara lain; Keislaman, legalitas, keadilan dan keseimbangan, kemaslahatan, perlindungan dan hak asasi manusia serta pembelajaran kepada masyarakat (tadabbur). Sementara Pemberlakuannya ditujukan kepada antara lain:

  1. Setiap orang yang beragama Islam yang melakukan jarimah di Aceh
  2. Setiap orang yang bukan beragama Islam melakukan jarimah di Aceh bersama-sama orang Islam dan memilih menundukkan diri secara sukarela pada Hukum Jinayat
  3. Setiap orang yang beragama bukan Islam yang melakukan perbauat Jarimah di Aceh yang tidak diatur dalam KUHP atau ketentuan pidana diluar KUHP tetapi diatur dalam Qanun ini
  4. Badan Usaha yang menjalankan kegiatan usaha di Aceh. Semoga tulisan ini tercerahkan buat Tuan, Puan, Om, tante yang tinggal di Aceh dan melakukan aktivitas di Aceh. Oya terkait jenis dan uqubatnya dapat di baca pada Ngaji Jinayat Episode 1- sampai dengan Episode 11

*Penulis adalah Praja Wibawa Kota Banda Aceh, Sekretaris Forum Muda Lemhannas Aceh, Dosen Legal Drafting Prodi Hukum Tata Negara dan Prodi Hukum Pidana Islam pada Fakultas Syariah dan Hukum (FSH) UIN Ar-Raniry

By fmla

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *