Oleh Bung Syarfi*
Dayah yang terletak di Desa Dilib Bukti Sibreh Kecamatan Suka Makmur Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh, awalnya hanya 5 orang santri saja.
Bermodal sebidang tanah wakaf dari HM Ali Mahmud atau yang lebih dikenal dengan nama Haji Ali Sinar Desa, pada tahun 1999, Tengku H Faisal Ali berinisiatif mendirikan pondok pesantren.
Tanah seluas 6000 meter di ini menjadi cikal bakal berdirinya Pondok Pesantren (Dayah) Mahya Ulum Al-Aziziyah. Dayah ini berjarak 40 kilometer dari Ibukota Kabupaten, atau 17 kilometer dari Ibukota Provinsi. Selain sebagai pendiri, Tengku H Faisal Ali juga pimpinan pertama pondok pesantren yang bernaung di bawah Yayasan Lembaga Pendidikan Islam Mahyal Ulum Al-Aziziyah.
Tengku Faisal Ali merupakan salah seorang alumni Ma’had Ulum Diniyah Islamiyah Mesjid Raya (MUDI Mesra) Samalanga, Bireuen. Di kalangan pemuda milenial beliau dikenal “Lem Faisal” dikalangan Himpunan Ulama Dayah dikenal Abu Sibreh.
Tengku Faisal Ali menimba ilmu serta mengabdi selama lebih kurang 15 tahun, tepatnya dari tahun 1985 hingga akhir tahun 1999. Selesai pembebasan tanah, ia meminta restu Al Mukarram Waled H Hasanoel Basry HG untuk mendirikan sebuah lembaga pendidikan Islam yang diberi nama Dayah Mahyal Ulum Al-Aziziyah.
Awalnya bertemapatn malam 12 Rabiul Awal 1421 H, santrinya berjumlah 5 orang, kini santrinya sudah ribuan, bahkan sudah memili Sekolah Kejuruab serta Perguruan Tinggi.
Lem Faisal salah seorang Ulama Muda yang punya mimpi besar. Pelan tapi pasti, sentuhan tangan dinginnya Mahya Ulum Al Aziziyah kini menjadi salah satu Dayah yang diminati generasi milenial.
Seiring dengan perjalanan waktu, pemenuhan Sapras, bilik santri, rumah guru, ruang belajar, masjid dan gedung administrasi berdiri kokoh dan apik. Tata Kelola Dayahpun di racik dengan melihat perkembagan zaman. Alumni Dayah inipun sudah melanjutkan di berbagai perguruan tinggi, baik dalam maupun luar negeri. Yaman, Sudan dan Beirut Libanon menjadi incaran Alumni Mahya Ulum Al Aziziyah.
Selain itu juga beberapa santrinya ada yang memilih mengabdikan menjadi anggota TNI dan Polisi Republik Indonesia. Lem Faisal yang juga salah seorang Pimpinan Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh, pada Tahun 2013 membuka Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) bidang Otomotif dan Pengelasan. Di tahun yang sama juga didirikan Sekolah Tinggi Ilmu Syariah Nahdlatul Ulama Aceh (STISNU Aceh) yang perkuliahan perdananya dilaksanakan pada tahun 2015 berdasarkan surat keputusan Dirjen Pendidikan Islam RI. Kampus tersebut menggunakan metode pengajaran berbasis pesantren pertama di Aceh Besar yang beralamat di Sibreh Suka Makmur, Aceh Besar. STISNU Mahyal Ulum Al-Aziziyah merupakan satu-satunya sekolah tinggi di Aceh Besar yang mewajibkan mahasiswanya tinggal di pesantren. Hal itu bertujuan menyelaraskan antara pendidikan kampus dengan pendidikan dayah. Mahasiswa selain mendapatkan ilmu di kampus juga dibekali ilmu agama di dayah.
Kampus ini juga memiliki nilai tambah dibanding sekolah tinggi lainnya. Diantaranya dengan perpaduan metodologi sains dan pengajian salafiyah diharapkan mahasiswa mampu memahami kitab kuning disamping kompetensi akademik.
STISNU Mahyal Ulum Al-Aziziyah diharapkan mampu melahirkan lulusan yang bermutu dan berkompeten, mencetak kader-kader ulama muda yang berwawasan global dan menghargai karakteristik kedaerahan. Kampus dayah ini juga acapkali digunakan sebagai sarana berdialektika serta pembinaan mental anggota Kepolisian, Khususnya Polres Aceh Besar. Krue semangat sukses terus Abu Sibreh dalam mencetak generasi muda Aceh yang tangguh dan beriman.
*Penulis adalah Kabid SDM dan Manajemen Disdik Dayah Kota Banda Aceh, Fasilitator (Pro DAI) Unicef-YaHijau, Dosen FSH UIN Ar-Raniry