Oleh Intan Wahyuni*
Masyarakat Aceh sebagai umat islam amat kuat memegang kepribadian aqidah islam dalam kehidupan. sebagai asas pokok dalam bermasyarakarat berbangsa dan bernegara, wawasan Budaya itu amat sejalan dengan perkembangan watak etnik Aceh dimana aspek kultural, indiologi dan struktural bersenyawa dengan adat dan agama islam, di mana satu sama lain sulit untuk dipisahkan. Adat bersumber dari syarak dan syarak bersumber dari kitabullah (kitab Allah).
Karena itu adat istiadat yang berkembang dalam masyarakat Aceh tidak boleh bertentangan dengan ajaran-ajaran agama islam. Shalawat Nabi dan lainnya pada umumnya bernafaskan ajaran agama islam melalui kata-kata dan dibaca berirama(syair).orang Aceh kaya dengan adat istiadat, kesenian dan tari-tarian. Di setiap kabupaten memiliki perbedaan dan dengan variasi masing-masing ini bisa dilihat pada upacara-upacara perkawinan, kelahiran bayi, turun ke sawah, turun ke laut, peusijuk, khanduri maulid dan lainnya.
Dari bentuk Budaya dapat dilihat pada tulisan kaligrafi, Rumah adat, meunasah, dan bale dayah. Adanya motif-motif tertentu yang bisa dilihat dari perhiasan emas, perak, dan ukiran-ukiran pada berbagai ornamen. Tentu Budaya di Aceh sangat banyak yang sudah di wariskan oleh nenek moyang kita mulai dari masa kemasa.
Kini berkembang luas dimana-mana hingga diluar Aceh mengakui adat dan budaya Aceh dan yang tidak kalah populernya adalah tentu saja masakan Aceh sangat enak. Tapi masih ada satu tradisi dan budaya lagi yang di wariskan hingga masih berkembang di Aceh terutama di Banda Aceh tentu sangat di gemari oleh masyarakat Aceh hingga membudayakan tradisi tersebut yaitu dikenali sebagai minum kopi di kedai kopi, ini juga di sebut budaya yang sudah dilakukan di Aceh khususnya bagi para kaum laki-laki, walaupun sang istri sudah menyajikan secangkir kopi dirumah tetap saja kaum laki-laki akan tambah secangkir lagi di kedai kopi, karena meminum secangkir kopi di kedai atau di warung lebih nikmat dari pada di rumah padahal bubuk kopinya sama saja dari biji kopi yang sama dan bewarna hitam dan apalagi dengan sepiring ”kue pancong” begitulah orang Aceh memberi nama. Kue pancong ini terbuat dari tepung roti, parutan kelapa yang sedikit muda dan perasan santan kelapa yang sudah ada dari zaman dulu di Aceh kue ini juga merupakan makanan khas Aceh yang berkembang dari dulu hingga sekarang.
Bukan hanya masyarakat saja yang menjadi penikmat kopi, tetapi didalam ruang lingkup dayah juga penikmat kopi. Terutama para ustadz dan santri putra, sebelum multhala’ah kitab para ustadz dan santri akan menyiapkan kopi agar tetap terjaga hingga multhala’ah selesai.
Di daerah Ulee Kareng Kota Banda Aceh banyak kedai atau warung kopi berjajaran di sepanjang jalan,di setiap warung kopi sudah tersedia banyak bubuk kopi Ulee Kareng, tempat pembuatan bubuk kopi Ulee Kareng pun tak jauh dari simpang tujuh atau lebih dikenali di simpang pasar Ulee Kareng terletak di Gampong Ie Masen Ulee Kareng dan juga di Jalan Lamreung pun termasuk tempat pengolahan bubuk kopi yang tidak kalah dengan aroma khas biji kopi yang sedang di masak.
Kini di Ulee Kareng yang namanya minum kopi sudah menjadi suatu budaya para kaum laki-laki, bagi kaum perempuan tidak semua menyukai kopi hanya ada beberapa orang saja yang gemar dan pastinya lagi kaum perempuan menikmati secangkir kopi cukup hanya dirumah. Bukan hanya di Banda Aceh saja yang memiliki budaya mengolah kopi dan minum kopi, tetapi juga ada di berbagai wilayah Aceh lainnya yang mana pada awalnya saya sendiri penulis mengunjungi ke Aceh Tengah, disana saya bisa melihat dan merasakan seperti apa budaya di Aceh Tengah. Bermacam-macam budaya yang mereka lakukan sehingga disana masih terlihat kental di daerah perkampungan “Bener meuriah”, tentu juga salah satunya dengan budaya mereka menanam,mengolah dan menikmati hampir sama dengan Banda Aceh, hanya saja mereka dalam secangkir kopi menambahkan gula aren,sedangkan di Banda Aceh hanya sesendok gula pasir putih. bila dibandingkan dengan Banda Aceh hampir sama tapi budaya di Aceh Tengah masih lebih kental terutama di daerah perkampungan yang paling terkenal pada awalnya dalam sebuah budaya kopi,yaitu yang berasal dari tanah Gayo.
Gayo adalah salah satu suku yang sudah lama berdomisili di Aceh terletak di tengah-tengah provinsi Aceh, dimana kota besarnya itu disebut dengan kota Takengon yang dikelilingi oleh pegunungan yang hijau. Disana kebudayaan dan kebiasaan masyarakat Gayo berkembang dari masa ke masa, hingga masyarakatnya banyak bertempat tinggal di Aceh Tengah,Bener meuriah, Aceh tenggara dan Gayo lues.
Dalam seni budaya berbagai macam budaya yang diwariskan oleh nenek moyang masyarakat Gayo, mulai dari seni tarian, alat musik tradisional, dalam bersikap atau interaksi masyarakat Gayo ini juga termasuk kedalam etika masyarakat terhadap orang tua dan dengan orang muda karena ini juga ternilai dalam budaya mereka. Dalam Bahasa Aceh walaupun di Aceh sendiri lebih di dominasi dengan bahasa Aceh tapi masyarakat Gayo memiliki bahasa Gayo yang sangat jauh berbeda dialeknya ada yang halus dan kasar, kemudian dalam mata pencarian di Gayo masyarakat lebih banyak bercocok tanam kopi tapi di daerah laut danau tawar banyak masyarakat yang sebagai nelayan dan juga sambil berkebun kopi hingga masyarakat Gayo juga memelihara hewan ternak, tapi kopilah yang menjadi komuditas utama masyarakat Gayo.
Dan kini di aceh terdapat dua jenis kopi yang sudah dibudidayakan ialah kopi Arabika dan kopi Robusta dua jenis kopi ini yang berasal dari Gayo yang sangat terkenal yaitu kopi Gayo Arabika dan kopi Ulee Kareng Robusta. Arabika mendominasi jenis kopi yang dikembangkan oleh para petani kopi Gayo. Produk kopi Arabika yang dihasilkan dari tanah Gayo merupakan yang terbesar di Asia, kopi Gayo merupakan salah satu khas Nusantara asal Aceh yang cukup banyak digemari oleh berbagai kalangan didunia. Kopi Gayo memiliki aroma dan rasa yang sangat khas. Kebanyakan kopi yang ada rasa pahit hampir tidak terasa pada kopi ini, citra rasa kopi Gayo yang asli terdapat pada aroma kopi yang harum dan rasa gurih hampir tidak pahit, bahkan juga yang berpendapat bahwa rasa kopi Gayo memiliki cita rasa kopi lainnya serta telah teruji dan di akui oleh semua orang.
Bukan hanya kopi saja kini yang menjadi suatu kebiasaan atau budaya masyarakat Gayo tetapi suasana pergunungan hijau pun kini menjadi suatu tempat wisata,apalagi di puncak pantan terong tempat wisata inilah yang paling indah dikelilingi perkebunan kopi dan jalan yang masih berbatu. Tapi udara disini cukup sangat dingin dan sejuk ketika di pagi hari saat-saat matahari terbit dari sebelah Timur, cahaya yang begitu indah bersinar menerangi Kota Takengon (Aceh Tengah)
Dari dalam segi keagamaan Aceh di anggap sebagai tempat dimulainya penyebaran islam di Indonesia dan memainkan peran penting dalam penyebaran islam di Asia Tenggara. Kesultanan Aceh adalah Negara terkaya, terkuat, dan termakmur di kawasan selat malaka. Agama islam menjadi mayoritas di semua kabupaten dan kota. Begitulah Budaya dan Agama di lingkunga Aceh, tentu kita sebagai masyarakat sadar dan menyadari adat istiadat, budaya dan agama islam di Aceh.
Tradisi minum kopi kini menjadi budaya bagi insan Aceh. Tanpa kopi terasa hambar, karena secangkir kopilah membuat kehangatan dan pertemanan di Aceh menjadi guyup dan cair..
*Penulis adalah Guru Dayah Darul Fikri Al-Waliyah, peserta Pelatihan Menulisan Ilmiah yang dilaksanakan oleh Disdik Dayah Banda Aceh, 15-17 Agustus 2022 di Hotel Kyriad Muraya Aceh