Oleh Bung Syarif*
Lahirnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) berkonsekwensi logis, “Politik Hukum Tenaga Kontrak” yang lebih dikenal dengan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K). Semangat filosofis dari Undang-Undang ASN ini dalam rangka pelaksanaan cita-cita bangsa dan mewujudkan tujuan negara.
Tahun 2022 adalah tahun terakhir penggunaan nomenklatur tenaga kontrak untuk seluruh instansi pemerintah. Termasuk juga bagi Instansi dilingkungan Praja Wibawa atawa Polisi Pamong Praja dan Wilayatul Hisbah Kota Banda Aceh. Nomenklatur tersebut akan diganti dengan P3K. hal ini sejalan dengan lahirnya Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja.
Regulasi ini mengatur dengan terang benderang pakem P3K, mulai dari proses perencanaan dengan menyusun dokumen Analisis Jabatan (Anjab) dan Analisis Beban Kerja (ABK) selama 5 tahun kedepan dengan membuat matrik skala prioritas setiap tahunnya. Dimana nantinya kebutuhan, jumlah dan jenis jabatan ditentukan dengan keputusan mentri yang membidangi (baca pasal 4 PP No.49 Tahun 2018).
Disinilah butuh kecapakan dan kemampuan pejabat teknis dimasing-masing SKPD untuk memformulasikan dokumen Anjab dan ABK sebagai referensi awal dalam pengajuan formasi kepada Kementrian teknis (Menpan RB) terhadap usulan formasi P3K kedepan.
Sebagai dipahami manajemen P3K meliputi; penetapan kebutuhan, pengadaan, penilaian kinerja, penggajian dan tunjangan, pengembangan kompetensi, pemberian penghargaan, disiplin, pemutusan hubungan perjanjian kerja dan perlindungan.
P3K ini lebih menguntungkan bila dibandingkan dengan paradigma tenaga kontrak. Mencermati kebijakan politik tenaga kontrak menuju P3K beberapa kepala daerah telah menyurati Menpan RB. Tentu pihak-pihak yang bersentuhan dengan spektrum P3K harus memahami dengan seksama regulasinya. Sekaligus punya kemampuan dalam menyusun dokumen Anjab dan ABK serta proyeksi 5 Tahun kebutuhan personil P3K di setiap instansi. Ini adalah tugas berat yang harus dipikul kasubbag Kepegawaian di masing-masing instansi.
Berdasarkan pengalaman penulis dalam melakukan pendampingan penyusunan Anjab dan ABK bagi Kab/Kota di Aceh, cendrung kasubbag kepegawaian tidak memahami spektrum disiplin ilmu Anjab dan ABK. Memang tugas pendampingan pembuatan dua dokumen itu melekat pada Bagian Organisasi Setda Kab/Kota dan BPKSDM Kab/Kota. Akan tetapi sudah saatnya Kasubbag Kepegawaian di masing-masing instansi belajar, agar paham sehingga lebih mudah kedepan dalam menyiapkan dokumen dimasing-masing institusi.
Hasil amatan kami selaku Praja Wibawa yang baru berkhitmad 4 bulan setidaknya dapat di simpulkan jenis/nomenklatur jabatan yang dibutuhkan dilingkungan Pol PP dan WH Kota Banda Aceh antara lain:
- Asisten Penyidik
- Petugas Pengamanan Aset Daerah
- Polisi Wilayatul Hisbah
- Intelijen
- Petugas Tindak Internal
- Petugas Pengendalian Massa
- Satuan Tugas Perlindungan Masyarakat
- Pengemudi
- Pengelola barang sitaan
- Petugas Teknis Hubungan Antar Lembaga
- Penyuluh Peraturan Perundang-undangan
- Pengelola Administrasi Kepegawaian
Tentunya setiap jenis jabatan nantinya diurai dalam dokumen Analisisi Jabatan (Anjab), sementara jumlah atau kebutuhan personil di setiap jabatan diurai dalam dokumen Analisis Beban Kerja (ABK). Krue semangat, jangan patah semangat dalam bekerja. Praja Wibawa Kota Banda Aceh qece banget.
*Penulis adalah Praja Wibawa Kota Banda Aceh, Direktur Aceh Research Institute (ARI), Sekretaris Forum Muda Alumni Lemhannas Aceh, Penulis Buku Reformasi Birokrasi dari Banda Aceh menuju Indonesia, Trainer Anjab dan ABK dilingkungan Pemerintah Daerah